![](https://seputargk.id/wp-content/uploads/2019/02/sego-wiwit.jpg)
Sego Wiwit apa itu? Menu ini terasa asing bagi para anak muda masa kini, tetapi merupakan hidangan makanan yang tak asing bagi para petani Gunungkidul tempo doeloe.
Dulu, ketika jenis padi yang ditanam kebanyakan masih “pari dhuwur” alias padi gogo. Sewaktu para petani memanen padi dengan cara ani-ani, maka hidangan Sego Wiwit menjadi hidangan yang dibawa pertama kali dibawa ke ladang.
Sego wiwit menjadi sakral bagi para petani, karena hidangan ini tak ubahnya adalah sebuah sesajen. Para petani membuat sajian tanda ucap syukur kepada Dewi Sri, sang pelindung tanaman padi. Ucap syukur karena padi yang dari satu benih bermetamorfosa menjadi tanaman padi dan menghasilkan bulir-bulir padi yang berlipat ganda banyaknya.
Saat panen adalah saat di mana para petani petani meyakini Sang Dewi Sri akan mereka boyong kembali ke rumahnya. Membawa Dewi Sri untuk lerem sementara waktu di lumbung-lumbung padi milik mereka, dan kemudian akan kembali ke sawah pada masa tanam berikutnya. Begitulah daur kerja Sang Dewi Sri dalam keyakinan tradisional para petani.
Dalam bahasa keyakinan atau agama masa kini, sego wiwit adalah hidangan yang dibuat para petani sebagai bentuk ucap syukur kepada Sang Pencipta yang telah mencurahkan berkah atas tanaman padi dan yang akan mulai (wiwit) dipanen. Sang Pencipta yang tidak pernah lelah mencurahkan berkah kepada ciptaanNya, meskipun terkadang manusia ciptaan itu ndugal mursal-nya tak layak menerima berkat.
“Sebenarnya sego wiwit itu dibuat kalau sudah mau memulai panen padi Mas. Yang jelas, intinya doa rasa syukur, ” ujar Triyana Purba, petani muda sekaligus pegiat Pokdarwis Desa Wisata Nglanggeran Patuk.
“Di keluargaku, khususnya bapak simbokku masih sering membuat itu kalau mau panen. Saat ini memang saya perkenalkan kembali pada generasi sekarang melalui paket wisata hidangan sego wiwit,” ujar Triyana.
Saat menjadi pemandu wisata, Triyana biasanya mengajak para tamu ke sawah untuk diperkenalkan cara membajak sawah, cara menanam padi, dan seterusnya sampai diajak mandi di air terjun sungai. Para wisatawan yang berkunjung umumnya merasa senang mengikuti pengenalan kegiatan pertanian dan cara hidup para petani di Nglanggeran seperti ini.
“Habis itu, kita hidangkan sego wiwit di dekat persawahan dan sungai. Mereka sangat menikmati menu sederhana ini,” kata Triyana.
“Untuk komposisinya, sego wiwit khas keluarga saya sejak simbah simbah saya dulu tidak berubah. Ada ayam kampung panggang utuhan, telor rebus, ikan asin atau gereh petek, sambel gepeng dari kedelai, serundeng tempe, dan juga ada rebusan daun dadap serep dan daun turi. Komposisi ini membuat hidangan itu baunya sangat menggugah selera,” terang Triyana sembari promosi.
Ya, sego wiwit yang tersaji di Desa Nglanggeran memang sangat khas. Kembali mengenang cara petani memulai panen padi tempo dulu. Patut dicoba bagi yang belum pernah mencicipi.