Belanja Berhadiah: Trik Jitu Toko Kelontong Dita Rizki

Toko Dita Rizki, Nglebak Katongan Nglipar. Foto: Istimewa/SG.

Memberikan kupon berhadiah menjadi trik jitu menjaga kesetiaan pelanggan berbelanja di toko kelontong Dita Rizki. Inovasi yang dilakukan toko kelontong di Dusun Nglebak Desa Katongan Nglipar ini terbukti membuat tokonya laris manis dibeli konsumen setia.

Meski berada di kawasan perdesaan, toko ini selalu menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari dengan harga bersaing, boleh dikatakan lebih murah dibandingkan toko-toko berjejaring. Sebuah strategi jitu yang dijalankan pemilik toko ini adalah dengan memberikan kupon berhadiah untuk setiap pembelanjaan minimal Rp 100 ribu Rupiah. Kupon berhadiah itu diundi setiap bulan. Hasilnya, selain pelanggan mendapatkan hadiah apabila menang undian, maka nilai pembelanjaan konsumennya menjadi ajeg setiap bulannya.

Bacaan Lainnya

Slamet Harjo (60), pemiliki Toko Dita Rizki menyatakan, sebagai pedagang barang eceran di wilayah pedesaan sangat memahami kerasnya persaingan bisnis consumer good di tengah masyarakat. Karena itu, ia terus dan terus melakukan inovasi, juga mengatur strategi agar tokonya tidak tergilas gempuran toko berjejaring nasional yang membuka gerai ke pelosok perdesaan.

“Berdagang toko kelontong itu sebenarnya untung benar-benar tipis lho. Kisarannya 10-15% dari omset. Karena itu kami harus memutar otak, gimana caranya para konsumen tetap mau berbelanja di warung-warung tradisional seperti warung kami ini. Apalagi sekarang semakin banyak toko yang punya jaringan nasional sudah merambah ke desa-desa,” ungkap Slamet Harjo, Jumat (01/11/19).

Dirinya selalu pemilik Toko Dita Rizki, toko kelontong di tengah permukiman Nglebak Katongan Nglipar ini turut merasakan ketatnya persaingan pengecer barang kebutuhan sehari-hari. Menurutnya, persaingan dan masuknya toko-toko yang punya jaringan nasional itu memang tidak bisa dihindari. Karena itu, dirinya lebih memilih mengatur strategi, bagaimana caranya agar para pelanggan yang mayoritas adalah warga di desanya itu tetap setia berbelanja di tokonya.

Menurut Slamet, pertama masalah harga jual barang pokok sehari-hari itu sangat sensitif di mata pelanggan. Karena itu dirinya selalu berusaha menjual berbagai item barang di tokonya lebih bersaing. Boleh dikatakan harganya selalu di bawah toko-toko berjejaring. Menurutnya, ini memang mengurangi margin keuntungan yang memang sudah tipis, tetapi dengan membuat harga yang bersaing pastinya pelanggan tidak lari berbelanja di toko lain.

Kemudian, strategi kedua yang begitu kreatif adalah dengan memberikan kupon berhadiah untuk pembelanjaan minimal Rp 100.000,-. Ternyata strategi yang diterapkan Slamet ini sangat efektif dalam mengikat pelanggan berbelanja di tokonya. Aneka hadiah yang diundi setiap bulan memang sangat menarik, apalagi cocok dengan kebutuhan warga pedesaan.

Setiap bulan, Slamet menyediakan paket pemenang undian untuk 20-24 pembelanjaan. Untuk setiap pembelanjaan senilai Rp 100.000,- pelanggan mendapat 1 kupon undian. Jika beruntung, maka aneka hadiah dapat diperoleh konsumen, mulai dari: kompor gas, termos, soblok, ceret, panci, wajan, payung, gelas, sampai minyak goreng. Setiap bulan, Slamet menyisihkan dana kurang lebih Rp 1,5 juta untuk pembelanjaan aneka barang sebagai hadiah untuk konsumen tokonya.

“Ya, itu cara kami bagaimana pelanggan bisa mendapatkan manfaat lebih ketika belanja di toko kami. Sebenarnya apa yang menjadi hadiah itu juga berasal dari pelanggan. Istilahnya kami mengurangi bagian keuntungan untuk dikembalikan kepada konsumen. Bagi kami, pemberian hadiah ini juga cara kami berbagi kepada pelanggan yang sebagian besar adalah juga tetangga kami,” ungkap Slamet.

Slamet menuturkan, bisnis toko kelontong yang dijalankan di desanya ini menurutnya dijalankan ya mengalir begitu saja. Justru ketika ada fenomena gempuran toko berjeraring yang masuk perdesaan, dirinya tidak menganggap sebagai ancaman, apalagi berupaya melawan agar toko-toko berjejaring itu tidak diperbolehkan beroperasi di perdesaan. Slamet justru melihatnya sebagai kesempatan untuk membuktikan bahwa toko-toko kelontong atau toko tradisional sesungguhnya tetap memiliki kelebihan sehingga mampu bertahan. Namun, menurut Slamet, syarat untuk bertahan itu kreatif, inovatif, dan mau bekerja keras.

Kelebihan toko atau warung kelontong tradisional menurut Slamet adalah ikatan persaudaraan yang kuat dengan pelanggan. Ia mempraktekkan hal tersebut dalam pengelolaan tokonya. Sengaja tokonya tidak memakai sistem barcode dan perhitungan detail dengan sistem komputer. Slamet sengaja memberikan kepercayaan penuh kepada 2 karyawan tokonya untuk mengelola toko. Dari memberikan kepercayaan penuh tersebut, menurut Slamet justru karyawan mampu bekerja dengan jujur dan penuh tanggung jawab.

Saat ini, dalam mengelola tokonya Slamet juga mempercayakan kepada 2 orang karyawannya. Ia bercerita, setiap hari tugasnya menerima setoran pemasukan dari karyawan, kemudian setiap bulan berbelanja ke toko grosir. Aneka jenis barang yang mesti dibelanjakan ke toko grosir pun, menurut Slamet sudah disusun daftarnya oleh karyawannya.

“Nilai kejujuran dan tanggung jawab karyawan ini justru kami dapati dengan cara pengelolaan yang tradisional ini. Kemudian, kelebihan tanpa pakai barcode adalah adanya kesempatan untuk ngobrol dengan pelanggan yang berbelanja sewaktu menyerahkan barang, sewaktu menghitung jumlah belanjaan dan memberikan susuk. Barangkali dengan cara ini justru pelanggan merasa diuwongke,” ungkap Slamet.

Omset toko kelontong di perdesaan sesungguhnya tidak bisa dianggap remeh. Slamet menuturkan, omset bulanan tokonya kurang lebih mencapai Rp 90-100an juta per bulan. Artinya dari satu toko yang sudah berkembang di perdesaan terdapat perputaran uang setidaknya Rp 3-3,5-an juta per hari. Diluar dari pelanggan umum sebagai konsumen tokonya, Slamet juga mengungkapkan tokonya juga melayani pembelanjaan bagi penerima BPNT (bantuan pangan non tunai), program jaring pengaman sosial bagi masyarakat yang mendapatkan bantuan non tunai.

Slamet mengungkapkan, ada 2 dampak lain dari strategi kupon berhadiah. Bagi konsumen menjadikan lebih mampu mengatur pembelanjaan kebutuhan sehari-hari dengan lebih selektif. Kemudian bagi dirinya selaku pemilik toko akan lebih banyak mendapatkan dana segar atau fresh money dari konsumen.

“Adanya kupon berhadiah untuk setiap pembelanjaan kelipatan Rp 100.000 ternyata memacu masyarakat untuk selektif berbelanja dan kelebihannya justru mengurangi konsumen yang berhutang ke toko. Artinya, kami telah turut berusaha agar masyarakat tidak terbiasa berhutang untuk belanja kebutuhan bahan pokok,” ungkap Slamet.

Mantan anggota DPRD DIY, DPRD Kabupaten Gunungkidul, juga mantan Ketua DPD Kabupaten salah satu parpol partai politik ini memang telah lama menggeluti dunia bisnis. Selain mengelola toko kelontong di desanya, Slamet juga memiliki bisnis percetakan di kota Wonosari. Bisnis percetakan sudah diserahkan kepada anaknya untuk dikelola secara penuh dan mandiri.

“Saya memang senang bekerja. Saya pernah menjadi guru honorer dengan gaji Rp 250 ribu per bulan. Pernah juga menerima honor yang menurut saya sangat besar ketika menjabat anggota DPRD Provinsi. Kecil atau besar penerimaan itu menurut saya sama saja. Terima besar pasti pengeluaran juga besar untuk berbagai kegiatan dan keperluan. Saat ini justru saya menikmati kemerdekaan dengan menjalankan usaha mandiri. Untuk kegiatan berpolitik, saya cukup berpartisipasi dan memberikan sumbang saran saja. Biarkan rekan-rekan muda saatnya unjuk prestasi,” pungkasnya.

Facebook Comments Box

Pos terkait