Ibu Mertua

Menjaga orang tua tetap sehat sejahtera. Foto: Ninik.

Hari Sabtu adalah hari yang ditunggu-tunggu banyak orang. Hari Sabtu merupakan hari keluarga. Demikian pula denganku, pagi sekali aku sudah berkemas menyiapkan uba rampe. Aku ingin berkunjung dan menginap di rumah mertuaku di Prambanan sekalian terapi kaki. Aku biasa menyebutnya Bupuh atau Ibu Sepuh.

Infatti, per la preparazione della soluzione di ipoclorito è necessaria la ricetta medica riportante la dose. Aber habe es einem Freund abgegeben o la nostra risposta è che comprare medicallasertherapy.it a prezzo più basso si può in farmacie internet.

Bacaan Lainnya

Aku ke sana diantar suamiku. Ia tidak ikut menginap dan langsung pulang lagi ke Gunungkidul setelah menemaniku terapi dan membelikan 2 bungkus nasi Padang beserta kudapan untuk kami.

Bupuh adalah seorang warakawuri. Ia hidup di rumah sendiri karena putra-putrinya yang berjumlah 8 sudah berkeluarga dan berumah sendiri. Kedatangan kami disambut gembira oleh anak laki -laki (kakang ragil) dan anak perempuannya (ragil) yang kebetulan juga menengoknya dan sedang duduk-duduk di serambi.

Kae, perawatmu teka,” kata si Kakang Ragil sambil tersenyum dan menunjukku.

“Ibu belum mandi sudah 3 hari ini lho Mbak, itu bajunya saja dari kemarin belum ganti” celetuknya.

Hayo, berarti ibu ki ngapusi aku, katanya sudah mandi!,” sahut si Ragil.

E…aku ki sudah mandi ya,” kata Bupuh agak sewot.

Ya… nanti saya mandenane, tenang saja,” jawabku sambil meletakkan jari di mulutku.

Begitulah Bupuh, kadang ia mengatakan dan bersikukuh telah mandi, padahal belum. Seringkali mengatakan sudah makan, padahal nasi di piring belum disentuh. Kita anak-anaknya harus betul-betul greteh.

Tak lama kemudian si kakang ragil berpamitan untuk berangkat kerja, dan akan pulang esok hari. Ia kerja di PDAM Bribin. Si Ragil juga, karena anaknya baru pulang dari rumah sakit sehingga tidak bisa di tinggal lama-lama. Tinggal aku sendiri yang menemaninya.

Kami berdua berbincang bincang sambil tiduran. Aku pun segera terlelap mungkin akibat terapi tadi dan terbangun saat adzan ashar berkumandang. Segera kujerang air dan kupersiapkan keperluan mandi.

Tanpa banyak bujukan, Bupuh segera kumandikan, kugantikan bajunya dan kusisiri. Alhamdulillah, meskipun aku hanya mantu, tapi beliau tidak membeda-bedakan. Ia manut denganku. Aku juga menganggapnya ibuku sendiri pengganti orang tuaku yang telah sowan kepada-Nya.

Malamnya Bupuh, memintaku agar menemaninya tidur di kamarnya. Dengan halus aku tolak permintaannya, dengan alasan saya jam 3 bangun, takut nglangkahi dan membangunkannya, aku masih rikuh.

Ora papa ya, Nok,” katanya.

Tetapi aku tak beranjak dari dipan ruang tengah. Seperti biasa sebelum tidur, aku berdoa sambil membaca buku tuntunannya, karena diantara beberapa doanya aku belum hapal. Leeessss….aku tertidur.

“Kriiiinnnggg”…. suara alarm berdering, Byaarrr!… aku membuka mata tepat jam 03.00.

Astaghfirullah… Ternyata Bupuh tidur di kursi panjang yang tak jauh dari tempat tidurku. Mungkin ia menungguiku semalaman. Walah kasihan.

Aku bangun, berdoa, dan bangkit, berjalan tuk ambil air dan kutunaikan sholat malam. Aku terpekur dalam dzikir, sampai adzan subuh berkumandang. Bergegas aku ke masjid yang tidak jauh letaknya.

Sepulang masjid aku menjerang air dan membuatkan teh untuknya. Sambil menunggunya dingin, kuajak Bupuh jalan-jalan. Sepanjang perjalanan, kami bercerita tentang banyak hal. Aku lihat ia sangat bahagia. Sungguh upaya ini kulakukan agar Bupuh tidak cemas dengan berita yang sedang gencar akhir akhir ini. Menurutku, selain kita menjaga diri, kita juga harus selalu bergembira, hati senang, olahraga ringan serta tetap waspada.

Karena konon ceritanya korona rentan bagi orang yang sudah tua. Jadi membuat mereka tertawa adalah salah satu solusinya. Setidak-tidaknya kita sebagai anak sudah berusaha membuatnya bahagia, meskipun itu masih jauh dari pengorbanannya kepada kita.

Kata orang berbuatlah baik meskipun hanya sebesar biji sawi. Apalagi ridho Allah terletak pada ridho orang tua. Jadi selagi masih bisa dan ada kesempatan, mari kita luangkan waktu untuk orang tua kita.

Harapan jika kita berbuat baik pada orang lain, berarti kita juga berbuat baik pada diri sendiri. Mungkin juga setara dengan hukum alam yang berbunyi “energi yang kita keluarkan sama dengan energi yang kita terima”.

Wallahu alam bishawab.

***

Facebook Comments Box

Pos terkait