Jangkrik atau Kodok?

Ladang pertanian mulai basah air hujan. Suara kodok di kolam terdengar riang. Foto: Iwan.

“Itu jangkrik, Pakk!”

“Kodok, Mbak…” ungkapku datar. Ia tetap menggelengkan kepala sambil terus mengayuh sepedanya.

Bacaan Lainnya

“Welhaa, nanti kita buktikan ya!”

Kemarin air tercurah dari langit. Sawah pun menggenang. Hari Sabtu ini kami nggowes seperti jadwal yang sudah kami sepakati, seminggu dua kali. Kami menikmati surya yang belum lama bangun, surya yang langsung menampakkan kemilau perhiasannya.

“Ting, ting, ting” kami bergerak. Setelah melewati lapangan dusun kami mulai menyusur persawahan. Yang berbeda dari hari-hari kemarin, kami mendengar ada paduan suara dari persawahan. Sawah bak jadi panggung pertunjukkan, namun bukan para tanaman padinya yang menampilkan kehijauan batang dan daunnya melainkan tampilan makhluk tak terlihat dan nyanyian gembira yang ada di baliknya. Nah, pertanyaan itu muncul dari Kidung yang belum pernah mendengar celotehan-celotehan riang itu sebelumnya. “Ini suara jangkrik ya, pak?”

Kami menarik rem lalu menghentikan sepeda ringkes dan onthel di pinggir jalan cor blok itu. Kami berhenti di pinggir kali dan persawahan di Negeri Kahyangan.

Hentakan-hentakan kebahagiaan para penghuni sawah itu berhenti ketika kami menghentikan sepeda. Ya, dari kejauhan memang mirip suara jangkrik karena dominan treble-nya. Ketika ia ngeyel dengan jawaban “Itu kodok, mbak”, lalu kuajak anak sembilan tahun itu menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri.

Kuajak Kidung mendekat dan jongkok di pematang sawah yang berumput tebal. Ada semacam kolam yang menjadi panggung mereka. Kulihat setidaknya ada lima ekor makhluk lucu itu. “Itu lho mbak, ituuu…” Kuluruskan jari telunjuk ke arah salah satu kodok yang baru menggeleng-gelengkan kepalanya. Air tampak bergelombang seiring gerakannya. “Nah, kan mereka itu yang bersuara!”

“Oh, iya pak, mulaii lagiii!”

Mereka bernyanyi bergembira, si anak bergembira, si bapak demikian pula.

***

Kadang anak yang masih polos tak perlu banyak diberi argumentasi yang logis. Begitu pula dibohongi dengan mitos yang menakutkan. Ia cukup diajak untuk menggunakan indera penglihatan dan pendengaran dan mengajak untuk menyelaraskan keduanya lalu ia akan memutuskan sendiri kebenarannya.

***

Facebook Comments Box

Pos terkait