Kilas Balik Pengembangan Varitas Padi Unggul di Indonesia

Beberapa varitas padi unggul yang dikembangkan di Indonesia. Dok: BB Padi.
Beberapa varitas padi unggul yang dikembangkan di Indonesia. Dok: BB Padi.

Perkembangan program pemuliaan dan varietas padi dipengaruhi oleh dinamika tantangan tenis maupun sosial-ekonomi, dan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara umum, perkembangan program pembentukan varietas unggul padi di Indonesia dapat dipilah atas tiga periode, yaitu era sebelum 1970an, era 1970an hingga sebelum swasembada beras dan era pascaswasembada beras.

Periode Sebelum 1970-an

Bacaan Lainnya

Di Indonesia, perakitan varietas unggul padi melalui persilangan dimulai pada tahun 1920-an dengan memanfaatkan plasma nutfah lokal. Hingga tahun 1960-an, pemuliaan padi diarahkan pada pembentukan varietas untuk usaha tani dengan masukan rendah (low input) dan untuk lahan tadah hujan yang kurang suburatau varietas yang responsif terhadap pemupukan.

Varietas padi hasil persilangan di dalam negeri yang pertama kali dilepas pada tahun 1943 adalah Bengawan. Padi tipe Bengawan memiliki latar belakang genetik varietas asal Cina, varietas Latisail asal India, dan varietas Benong asal Indonesia (Hargrove et al. 1979). Karakteristik umum dari varietas padi tipe Bengawan adalah berumur dalam (140-155 hari setelah sebar/HSS), postur tanaman tinggi (145-165 cm), memiliki rasa nasi enak, dan berdaya hasil sedang 3,5-4,0 t/ha (Daradjat et al.2001, Musaddad et al.1993). Contoh varietas padi tipe Bengawan antara lain adalah Sigadis, Remaja, Jelita, Dara, Sintha, Dewi, Tara, Arimbi, Bathara, dan Dewi Ratih (Harahap et al. 1993, Djunainah et al. 1993, Sunihardi et al. 1999). Memasuki tahun 70an penanaman varietas unggul baru mencapai 30%, sisanya ditanami varietas lokal tradisional dan lokal unggul (Badan Litbang Pertanian 1981). Padi akhir tahun 1960an mulai diintroduksikan varietas unggul modern dari IRRI, IR5, dan IR8, yang mempunyai produktivitas tinggi, umur lebih genjah, dan sangat responsif terhadap pupuk.

Periode 1970 – 1984

Pada periode ini program pembentukan varietas padi dirahkan pada peningkatan produktivitas, perbaikan rasa nasi, ketahanan terhadap hama dan penyakit . Pada awal periode ini dihasilkan varietas Pelita I-1 dan Pelita I-2 yang memiliki potensi hasil tinggi (4,5-5,5 t/ha) dengan rasa nasi enak/pulen yang dilepas tahun 1971, berasal dari persilangan IR5 dengan Sintha. Namun karena rentan terhadap hama wereng coklat, kedua varietas tersebut tidak dapat bertahan lama.

Untuk menanggulangi serangan hama wereng coklat, saat itu telah diintroduksikan varietas asal IRRI seperti IR26, IR32, dan IR36. Dari program pemuliaan nasional dilepas sejumlah varietas tahan wereng coklat seperti Serayu (1978), Asahan (1978), Brantas (1978), Citarum (1978), Semeru (1980), Cisadane (1980), Cipunegara (1981), Krueng Aceh (1981), Sadang (1983), dan Cikapundung (1984). Varietas Cisadane yang tahan terhadap hama Wereng coklat biotipe 1 dan 2 menjadi varietas yang paling populer dan menjadi kontributor utama bagi tercapainya swasembada beras pada tahun 1984.

Namun kemudian popularitas varietas Cisadane menurun tajam bersamaan dengan berkembangnya hama wereng coklat biotipe 3. Untuk mengatasi masalah ini dengan cepat dilakukan introduksi beberapa galur di IRRI, dan satu diantaranya adalah varietas IR64 yang memiliki ketahanan terhadap wereng coklat biotipe 3 dan rasa nasinya enak. Memasuki tahun 1980an varietas unggul baru telah mendominasi pertanaman padi  di Indonesia dengan luasan 69% dari total areal tanam, sisanya masih varietas lokal (Badan Litbang Pertanian 1981).

Periode 1985-2005

Varietas IR64 yang dilepas sebagai varietas unggul di Indonesia pada tahun 1986, selain tahan hama wereng coklat biotipe 3 dan penyakit hawa daun bakteri, juga memiliki rasa nasi yang enak, umur genjah, dan potensi hasil tinggi. Oleh karenanya IR64 merupakan varietas yang sangat cepat berkembang dan paling luas ditanam di Indonesia (61,6%). Varietas unggul lain yang juga populer dan ditanam secara luas adalah Memberamo (7,9%), Way Apo Buru (8,3%), IR66 (6,3%), dan Cisadane (5,7%) (Direktorat Bina Perbenihan 2000). Penelitian Balitpa (2004) di 12 propinsi penghasil utama padi mengungkapkan bahwa IR64 mendominasi pertanaman padi di Indonesia dengan porsi 45,4% dari luas panen 9,2 juta ha pada tahun 2004.

Penanaman IR64 secara terus-menerus dalam skala luas dan dalam kurun waktu yang lama menjadikan tingginya tekanan seleksi terhadap biotipe hama dan ras penyakit, sehingga mengakibatkan munculnya biotipe dan ras baru. Ketahanan IR64 terhadap hawa daun bakteri dan wereng hijau pada awal tahun 2000 telah patah, dan berubah menjadi rentan. Selain itu terdapat indikasi bahwa IR64 mulai rentan terhadap hama wereng coklat, untuk mempertahankan stabilitas hasil dan mutu beras yang tinggi dari IR64, diupayakan perbaikan genetiknya melalui program silang balik dan silang puncak. Dari program tersebut dilepas sejumlah varietas yang tahan hama wereng coklat dan penyakit hawa daun bakteri seperti Ciliwung (1989), Way Seputih (1989), Barumun (1991), Memberamo (1995), Way Apo Buru (1998), Widas (1999), Ciherang (2000), Konawe (2001), dan Cigeulis (2003).

Disamping varietas unggul yang dihasilkan dari program pemulian nasional , diperoleh galur introduksi yang dilepas sebagai varietas tahan virus tungro, seperti Tukad Unda, Tukad Petanu, dan Tukad Balian (2000), Kalimas dan Bondoyudo (2001). Dari program pemuliaan nasional juga telah dilepas varietas aromatik seperti Sitanur, Batang Gadis, dan Gilirang (2002); varietas dengan tanaman semi tipe baru (PTB) Cimelati dan Gilirang (2002), Ciapus (2003), varietas hibrida seperti Maro dan Rokan (2002); varietas unggul tipe baru (PTB) Fatmawati (2003), sehingga tersedia banyak pilihan varietas bagi petani.

Sejak 1995 hingga 2003, Balai Penelitian Tanaman Padi telah melepas 54 varietas unggul baru (VUB), 22 varietas (41%) di antaranya telah berkembang luas penanaman tiap varietas >2000 ha, bahkan 10 VUB di antaranya telah ditanam lebih dari 50.000 ha.

Berbagai varietas unggul yang bersifat adaptif pada masing-masing agroekosistem telah diidentifikasi. Namun petani lebih memilih varietas populer, sehingga budi daya padi di sentra produksi hanya di dominasi oleh satu dua varietas. Perusahaan benih yang lebih suka menyediakan benih varietas populer ikut menghambat penyebaran-penyebaran varietas-varietas baru yang belum populer.

Berkaitan dengan hal itu, selain peningkatan potensi hasil, peningkatan multikarakter ketahanan (tahan terhadap hama dan penyakit, kekeringan, kerebahan, keracunan, dan definisi hara) juga dimasukkan sebagai kriteria seleksi dan diperhatikan sebagai persyaratan pelepasan varietas. Umur genjah mutu (bentuk dan ukuran gabah, rasa, rupa, kadar gizi nasi, aroma), dan sifat spesifik lainnya yang adaptif agroekosistem yang sosiokultural wilayah target pengembangan juga mendapat perhatian dan perancangan program perakitan varietas unggul baru.

Dengan memanfaatkan sejumlah plasma nutfah dalam program persilangan, diperoleh diversitas genetik yang tinggi berbagai karakter tanaman padi, seperti senyawa karotenoid pada beras. Beras tidak hanya berfungsi sebagai sumber energi, tetapi juga diidentifikasi memiliki fungsi sebagai sumber vitamin dan mineral mikro yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sejumlah varietas padi telah diidentifikasi memiliki indeks glikemiks (IG) rendah (tidak secara drastis meningkatkan gula darah konsumennya), sehingga cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus (DM).

****

Referensi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Balitbangtan, Kementan.

Facebook Comments Box

Pos terkait