SEPUTARGK.ID – Hujan malam itu, kami bertiga berkumpul di ranjang kamar tidur, kruntelan. Tak sangat istimewa sih. Sejak adanya pagebluk, kami sangat menikmati momen kebersamaan di ruang privat itu. Rata-rata waktu kami masuk ke kamar pada jam 21.30 WIB, dan berbaring sesuai bantal masing-masing.
Aku dan anakku suka bantal yang tipis, ibunya bantal agak tebal. Namun meski tipisnya sama, sarung bantalnya dengan warna berbeda. Kadang kami berganti posisi di tengah atau pinggir. Jadi masing-masing dengan tiga kemungkinan pinggir kiri, tengah, atau pinggir kanan. Bergantian sesuai mood setiap malam.
Satu hal menyedihkan adalah kami berbaring dengan tetap memegang hape masing-masing. Waw, prihatin kan? Katanya kebersamaan, tapi nyatanya kami sering asik memelototi layar hape-nya sendiri-sendiri. Huuu.
Tapi untungnya di antara kami juga kadang saling memancing tontonan layar yang sama. Contohnya pada malam itu. Entah ilham dari mana, ibunya yang lebih dulu berbaring di tempat tidur memancing kami dengan memperlihatkan tayangan Youtube.
Iringan petikan gitar mengalun dan… “Aku masih ada di sini. Masih dengan perasaanku yang dahulu…” Woo, suaranya Fadly diiringi getar senar Ade Govinda. Sontak Kidung ikut menyanyi, begitu pula suara serak-serak basahku kuperdengarkan. Suasana syahdu nan asyik bak sedang di studio musik.
“Wah, ini sudah dilihat 2,4 juta viewers!” Setelah selesai lagu, ibunya memberitahu jumlah penonton digital itu.
Sontak saja kuajukan idola lama Via Vallen yang sempat nge-trend.
“Coba lihat lagu ‘Sayang’, itu dilihat ratusan juta lho, tembus 195 juta!”
“Kalau aku Blackpink, yang “How You Like That“, itu 522 juta!” Kidung tak mau kalah mengajukan jagonya.
“Ibuk lebih cocok Andmesh, dia juga ditonton ratusan juta kali. Wah dapat duwit berapa banyak ya?” Kami berpikir sepertinya hal yang sama, mereka karya-raya dan kaya-raya.
Semenit kemudian, aku ingat karya tetangga di Bantul. “Eh, ada tetangga yang juga dilihat jutaan lho, mbak. Itu, Ndarboy Gank, “Balungan Kere”, dipelototi 38 juta kali!”
“Woooi, iya itu tetangga kita itu ya Pak?”
Ndarboy, hanya tiga rumah dari rumah simbahnya Kidung. Setiap mudik Bantul, beberapa kali kutunjukkan rumah dan studionya. Kuceritakan masa kecil nDaru juga pak Nonot, bapaknya yang cukup dekat denganku. Juga ibunya yang pernah mengeluh saat anaknya masih merintis “hanya jadi pengamen.”
Pernah suatu kali Kidung menyanyi dan tak unggah ke IG. Pak Nonot melihat, lalu menyapa dan menawarkan untuk rekaman di studio-nya Ndarboy. Hehehe tentu sekadar sapaan saja. Tapi ketika kutunjukkan chat instagram itu, mata Kidung berbinar namun mukanya kecut. Mungkin malu karena suaranya tak merdu, tapi bapaknya meng-upload di medsosnya.
Malam itu kutunjukkan bahwa zaman ini, menjadi terkenal itu suatu keniscayaan. “Nduk, isi saja duniamu berkreasi dengan ketawa-ketiwi.” Yang terkenal nyatanya juga begitu dekat. Tak berjarak karena ada media digital. Entah seorang Youtuber, politisi, presiden, itu jaraknya hanya sebatas dua jempol saja.
“Eh, btw bapak juga punya tulisan yang dilihat ribuan lho, Mbak!”
Tetiba kuingat ada coretan ceritaku yang dibaca 1.125 kali. Satu kisah ketika bapaknya bermaksud jadi dolop alias influencer kecil-kecilan bagi para papa-papa muda supaya mau mengajak anaknya ke pasar malam.
“Wuuuu, masih segitu. Hahaha sudah setahun lebih!” Kidung tampak tertawa, kelihatan agak mem-bully bapaknya.
Hmmm, agak malu sih. Tapi kurasa lebih baik memproduksi daripada sekadar kebiasaan mem-forward kiriman. Ini tautan buat nyambangi coretan-coretanku https://seputargk.id/author/stef/.
***