Justru jangka “pasar ilang kumandhange”, pasar sirna keriuhannya, ini lah, barangkali, sebagai metodologi untuk ‘ndhudhuk-oyod’ (mengeduk akar) terhadap permainan perlambangan pasar: pasar yang hadir pada waktu ‘krempyeng’ itu (apa pun bentuknya dan dimana pun tempatnya) merupakan permainan kode pusat ‘suwung’, pusat perjumpaan ruhaniyah, pusat kenihilan material di balik kemenjadian dan keramaian material. Kenihilan ini bermakna: di dalamnya tersimpan isian-isian nan lembut, isian pasar yang mistik (gaib), yang misterius.
“Pasar ilang kumandhange” bukan suatu kenihilan atau kesirnaan atau ketiadaan di realitas permukaan yang secara fisika pasar tampak menghilang ketubuhannya, namun suatu waktu ke-5 (kala kelima) sebagai waktu perjumpaan kumandang pasar-pasar atau pasaran-pasaran sehari-hari (‘pancawara’); gerak hidup sehari-hari. Waktu-pasar sebagai titik-imajiner perjumpaan hari-hari, yaitu kondisi ‘kamuksan’, pelesapan fenomena ketubuhan/badan pasar, bukan ‘tiwikrama’ ketubuhannya.
Di balik waktu pasar yang riuh (‘krempyeng’) bersemayam waktu senyap (‘nyenyet’). Di balik waktu pasar yang penuh bilangan (Legi bermakna bilangan 1, Paing bermakna bilangan 2, Pon bermakna bilangan 3, Wage bermakna bilangan 4) yang memuncak pada waktu pasar yang berbilangan besar (Kliwon bermakna bilangan 5) terdapat nir-bilangan (0; 0= 1,2, 5, 3,4).
Di sebalik waktu pasar yang dapat diindera, yang dapat diprediksi (1,2,3,4,5,…), tersembunyi ‘waktu-pasar’ yang tak dapat diindera, apalagi diprediksi, yaitu suatu kondisi ketika pasar menggelinding menjadi ambruk, menjadi terganggu. Menjadi keos. Mengalami siklus kerubuhan, kerusuhan, dikuasai Bathara Kala, sangat mungkin untuk bergerak kembali merekonstruksi diri.
Esok hari, ketika anak-anak telah merampungkan permainan-peran pasaran, dan merusak perabot-perabotnya, akan mengulangi permainan-peran ini dengan sajian baru ataupun sajian lama. Kembali. Begitu pasar menggelindingnya (0), siklus keblat-papat yang disebut ‘pancawara’ di atas itu (0= 1,2, 5, 3,4).
Waktu-pasar adalah waktu perjumpaan mitis antara yang purwa (awal: 1, 2) dengan yang tengah (madya: 5) dan yang lebih belakang (wasana: 3, 4), antara yang dianggap usang dengan yang dianggap baru. Waktu-pasar ‘pancawara’ menciptakan keberulangan siklis (0), siklus rembulan mengikat bumi; seperti halnya keberulangan konsep waktu siklis dalam budaya masyarakat universum. Antara anggota kulawarga yang tinggal di desa dimana para kulawarganya bertempat, atau antara anggota kulawarga desa dengan anggota kulawarga yang pergi (‘lunga-paran’, ‘ngulandara’) meninggalkan kulawarga/desa, atau antara kulawarga-kulawarga antar-desa, mereka berjumpa (kembali) di pasar, pada waktu-pasar. Perjumpaan siklis pada waktu-pasar pun dapat berupa perjumpaan benda-bendanya. Dengan atau tanpa Si Manusia ikut serta. Perjumpaan ‘jarit’, ‘dodot’, mori, dengan tubuh-tubuh yang dibalutinya.
Motif jarit “pasar sore” melambangkan paradoksi pasar (‘jarit’ saja telah paradoks dalam dirinya: motif parang yang arasnya horisontal vertikal diagonal misalnya). Ada jarit yang corak ‘bathik’nya bolak-balik berbeda, misal kawung dan parang rusak. Ada pasar yang ‘mbengengeng’ pada waktu pagi (matahari) dan ada pasar yang ‘gembrenggeng’ pada waktu sore (bulan). Ada yang malam. Ada yang di setiap perulangan waktu detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, selalu ‘mbengengeng’. Waktu pasar identik dengan manusia yang mencari ‘sandhangan’ baru; jarik baru. Makanan baru. Pangan dan sandhang bertemu di papan yang dilatari waktu pasar. Segala kategori ‘sandhangan’, papan, dan papan, yang semuanya adalah ‘sandhangan’ diri manusia, bisa dijumpai di pasar pada waktu pasar.
Waktu pasar menyediakan kesenggangan bagi orang-orang: obrolan dan wedangan. Wedang yang murni. Setelah orang-orang membicarakan barang-barang, melakukan transaksi, mereka kembali menikmati minuman dan makanan purwa yang sederhana, atau sebaliknya, minuman dan makanan modern yang mahal. Gerak orang-orang pada waktu pasar seperti ini sangat lambat, mereka ingin lebih berlama-lama, namun pembicaraan dan transaksi-transaksi amat cepat berlangsung. Orang-orang pasar mencari produk-produk futuris terkini yang canggih nan maju. Orang-orang pasar menjual produk-produk lawas yang sederhana nan jadul. Orang-orang berkumpul di pasar untuk tawar-menawar, sembari ngafe, ngefoodcourt, di warung-warung, di gerai-gerai. Waktu pasar adalah waktu perjumpaan dengan sesuatu yang kompleks, dengan makhluk-makhluk kompleks.