Ternak Kambing Terbanyak di Tepus, Ternak Sapi Terbanyak di Semin

Pasar ternak Siyonoharjo di Playen. Foto: KH/Hari.

Hari ini Sabtu Wage, pas hari pasaran di Pasar Siyonoharjo, sentra jual-beli ternak terbesar di Gunungkidul. Berbicara masalah ternak tak dapat dilepaskan dari tradisi masyarakat. Para among tani sering menyebut hewan ternak seperti kambing, sapi, atau kerbau sebagai “ingon-ingon” atau “rajakaya“. Mengapa disebut kekayaan? Apakah para petani itu suka mengagung-agungkan kekayaan? Tidak.

Kebahagiaan para among tani itu sederhana. Kecukupan pangan, papan lan sandang itu kuncinya. Cukup ya, bukan “mura-mura” berlebih. Memiliki tanah untuk bertani dan membangun rumah disebutnya sudah punya “cagak urip“. Karena itu, memiliki hewan ternak bagi para among tani disebutnya memiliki “rajakaya“.

Bacaan Lainnya

Rajakaya bukanlah raja atau tuan yang kaya. Singkat cerita, memiliki hewan ternak dipandang sebagai “celengan hidup“. Tabungan yang sewaktu-waktu bisa “diuangkan” guna menopang aneka rupa kebutuhan dalam skala besar. Misalnya: biaya berobat ketika rawat inap di rumah sakit, biaya pangkal menyekolahkan anak, biaya menikahkan anak, nukokke sepeda balap, montor atau mobil buat anak yang lagi “mothah“, dan sebagainya.

Hayo ngaku, siapa yang sekolah dan lulus kuliah bapak simboknya pagi-pagi nuntun sapi ke Pasar Wage? Siapa yang minta nanggap campursari pas mantenan juga dijualkan sapi? Masih adakah cerita anak muda gagah ganteng cantik yang ngebet masuk jadi pegawai negara dengan cara orang tuanya kudu “asok-glondhong pengareng-areng” duluan sehingga menjual beberapa ekor sapi atau mungkin ngiris lemah?

Meski musim kemarau rata-rata kesulitan hijauan pakan ternak, para among tani Gunungkidul tetap setia memelihara ternak. Konsepnya bukan budi-daya peternakan skala besar dan berproduktivitas tinggi, tetapi sekali lagi adalah sebagai “rajakaya” tadi. Celengan yang sewaktu-waktu dibutuhkan bisa mencukupi aneka kebutuhan hidup.

Meski cara beternaknya masih tradisional, jumlah hewan ternak di Kabupaten Gunungkidul tak bisa dipandang remeh. Sering disebutkan wilayah ini sebagai “gudang ternak” wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Lha, kalau hijauan pakan ternaknya melimpah hanya saat musim basah, gimana cara para among tani bisa nyukupi pakan kebutuhan ternaknya?

Fakta menunjukkan, peternakan Gunungkidul melahirkan industri turunannya, yaitu perdagangan pakan ternak yang menggiurkan. Belum rampung musim penghujan ini saja sudah ada banyak penjual “tebon jagung“, dhedhak, pollard, dan konsentrat lainnya di beberapa pangkalan.

Saat musim kemarau, bisa ditemui setiap hari puluhan truk pengangkut “tebon jagung” yang diimpor dari daerah Prambanan, Piyungan, Sleman, Klaten, dan Sukoharjo. Barangkali, para pedagang pakan ternak justru memperoleh keuntungan lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh para among tani dari hewan ternak yang dipiaranya. Ya, demikianlah faktanya.

Kembali ke hewan ternak tadi. Data dari Dinas Pertanian dan Pangan yang dibukukan oleh BPS Kab GK mencatat, pada tahun 2019 ada 185.879 ternak kambing dan 152.667 ternak sapi. Data statistik hewan ternak ini juga menunjukkan, Kecamatan Tepus tercatat memiliki ternak kambing terbanyak sejumlah 17.729 ekor, disusul 5 besar lainnya adalah: Wonosari, Playen, Girisubo, Semin, dan Rongkop. Untuk ternak sapi, Kecamatan Semin memiliki jumlah terbanyak 13.254 ekor, disusul 5 besar lainnya adalah: Playen, Wonosari, Girisubo, Ponjong, dan Tepus.

Populasi ternak kambing di Kabupaten Gunungkidul Th 2020. Foto KH.

Jika ditilik dari sebaran jumlah populasi ternak per kecamatan, hal yang sangat menarik adalah dominasi pemelihara ternak justru berada daerah-daerah selatan yang kering. Wilayah Tepus, Girisubo, Rongkop justru dominan ternaknya, malah di atas rata-rata daerah lebih subur di zone tengah dan utara. Artinya, fighting spirit atau daya juang para among tani untuk beternak itu sangat luar biasa, mengalahkan rintangan kesulitan pakan yang selalu mendera pada musim kemarau.

Sekarang, mari kita coba bikin orek-orekan hitungan berapa nilai uang dari kedua hewan ternak di Gunungkidul ini. Taruhlah rata-rata harga jual kambing itu 1,5 juta rupiah per ekor, dan sapi 15 juta rupiah per ekor, maka nilai akumulatif dari 2 jenis hewan ternak ini kira-kira 2,4 triliun rupiah. Kira-kira senilai 1 tahun APBD kabupaten kita. Nah, ternyata gak bisa dianggap remeh khan?

Kita yang rasa-rasanya semakin kapitalis dan hedonis ini sering menganggap para among tani itu kelompok “miskin” dan “tersisih” peranannya dalam pembangunan negeri. Menganggap peran besar itu ada pada kaum pemilik modal, kaum industrialis, golongan pemimpin partai politik, kaum elit pegawai dan para intelektual.

Jadi, ketika kita menikmati enaknya makan empal sapi atau sate gule kambing sesungguhnya juga telah turut menikmati “subsidi” yang justru disumbang para among tani dari sentra-sentra peternakan yang selalu menjaga pasokan daging ternak. Mengapa? Bukankah kita suka marah-marah bahkan lantang protes saat harga jual daging sapi atau daging kambing naik. Padahal para among tani terkadang tidak sempat mencecap manisnya kenaikan harga jual ternaknya.

***

Foto: Situasi Pasar Hewan Siyonoharjo, KH/Hari. Tabulasi data diolah dari Kab GK Dalam Angka 2020, BPS Kab GK.

Facebook Comments Box

Pos terkait