Sahabat petani yang budiman, semoga Anda tetap dalam kondisi sehat lahir batin. Amin.
Sahabat petani, ada kebutuhan dasar kita yang harus dipenuhi, agar kita bisa tetap bisa melangsungkan kehidupan yang layak, yaitu tercukupinya kebutuan sandang, pangan dan papan.
Kali ini saya ajak sahabatku untuk sedikit merenung akan kebutuhan kita tentang “pangan“ yang semakin hari kian semakin sulit untuk mendapatkan pangan yang murah dan sehat.
Dalam rangka antisipasi kelangkaan pangan yang melanda masyarakat, pemerintah pada zaman orde baru banyak membangun yang namanya lumbung desa. Lumbung desa saat itu lebih berupa bangunan fisik tradisional yang terbuat dari kayu. Disusun seperti gubuk atau rumah-rumahan, yang dimanfaatkan untuk menyimpan gabah atau komoditas pangan lainnnya.
Bahkan Presiden Soeharto sampai mengeluarkan Inpres Bantuan Pembangunan Desa (Bangdes) pada tahun 1969. Sejak saat itulah Lumbung Desa bermunculan pesat di berbagai pelosok, bahkan banyak di antaranya masih bertahan hingga paruh awal tahun 1990-an. Itulah visi seorang pemimpin dalam menyiapkan pangan bagi rakyatnya, dan bahkan karena kegigihannya dalam berswasembada pangan Presiden Soeharto mendapatkan penghargaan dari FAO.
Seiring dengan kemajuan zaman, keberadaan lumbung desa semakin punah. Setidaknya ada 4 penyebab sistem lumbung semakin punah, antara lain:
- Kecenderungan petani berperilaku konsumtif. Masyarakat kita cenderung lebih suka berbelanja daripada menabung. Sehingga hasil panen yang berlimpah kadang mendorong petani hanya berpikir bagaimana bisa segera menjualnya dan mendapatkan uang.
- Masuknya model-model kelembagaan lain yang banyak berkembang. Banyak lembaga keuangan yang memberikan fasilitas perkreditan dengan syarat mudah bagi petani. Petani cenderung berpikir praktis tanpa berusaha belajar mengelola permodalan usaha taninya sendiri.
- Adanya petani yang terjerat dengan sistem ijon. Terdesak kebutuhan dan keinginan hidup, petani rela menjual komoditasnya sebelum panen kepada tengkulak. Akibatnya, ketika panen tidak ada komoditas yang bisa dikelola bisnisnya oleh lumbung desa.
- Sikap petani yang cenderung apatis. Eksistensi lumbung desa sebenarnya didasari pada sikap kekeluargaan dan kegotongroyongan masyarakat desa. Seiring pudarnya nilai-nilai tersebut akibat dampak globalisasi maka lambat tapi pasti lumbung desa akan ditinggalkan.
Di tengah kondisi petani yang selalu dipermainkan pasar dalam masalah harga, maka keberadaan lumbung desa (dalam pengertian luas) sangat dirindukan, sehingga Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta lewat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) menginisiasi program lumbung mataraman sejak tahun 2017 melalui Dana Keistimewaan DIY yang bertujuan untuk menyediakan pangan dan gizi ditingkat keluarga.
LUMBUNG MATARAMAN merupakan lumbung hidup yang berbasis masyarakat yang diharapkan menjadi lumbung desa sehingga mendukung ketahanan pangan, kemandirian pangan dan kedaulatan pangan DIY.
Jadi Lumbung Mataraman bukanlah bangunan fisik. Melainkan lumbung pangan hidup yang berbasis dari rumah tangga yang menyatu dalam kelompok-kelompok tani. Kegiatan Lumbung Mataraman ini ada dibawah satuan kerja Dinas Pertanian dan Pangan.
Falsafah dari lumbung mataraman itu sendiri adalah “Nandur sing dipangan, mangan sing ditandur”. Dari falsafah itu, diharapkan masyarakat mau menanam tanaman yang bisa dimakan. Misalnya sayuran dan buah. Selain itu, masyarakat juga bisa memanfaatkan lahan pekarangan yang kosong untuk peternakan sederhana.
Salah satu kalurahan di Gunungkidul yang tahun 2022 ini mendapatkan alokasi dana untuk program lumbung mataraman adalah Kalurahan Bendung, Kapanewon Semin, Kabupaten Gunungkidul. Mengambil lokasi di sebelah Balai Kalurahan Bendung dibangun kawasan pertanian terpadu dengan peternakan domba.
Lumbung Mataraman merupakan ikon pertanian berbasis pekarangan yang di kembangkan melalui Dana Keistimewaan Urusan Kebudayaan, dengan filosofi Nandur Sing Dipangan, Mangan Opo Sing Ditandur, hal ini dilaksanakan secara berkelanjutan.
Tujuan utama dari kegiatan lumbung mataraman adalah mengentaskan kemiskinan, dampak dari kegiatan adalah meningkatkan gisi keluarga hingga meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga. kegiatan lumbung mataraman diharapkan mampu menjadi benteng pertahanan pangan local berbasis kearifan local.
Falsafah nandur sing dipangan pangan sing di tandur menjadi penyemangat kinerja masyarakat. Mereka diajak menata kembali kebijakan dan kearifan lokal dalam tradisi kehidupan bersama mereka secara sendiri. Ruang ruang pertemuan/ruang sosial menjadi ruang belajar bersama yang serasi untuk memuncukan gagasan pertanian yang intensif dan modern yang masih berpadi pada prinsip lokal setempat. Konsep selaras, serasi, harmonis, mandiri serta lestari mejadikan Lumbung Mataraman ini berkelanjutan menuju lumbung pangan dunia 2045.
Nah, jika sahabat petani ingin belajar banyak tentang lumbung mataraman, bisa datang ke Kalurahan Bendung, Kapanewon Semin, Kabupaten Gunungkidul.
Ayoo tetap semangat. Kita adalah pahlawan pangan.
Nglebak, 6 Desember 2022.