SEPUTARGK.ID – “Yang menopang pangan Jogja (DIY) sekarang itu kalau nggak Gunungkidul ya Kulonprogo. Gunungkidul itu sering dicitrakan watu-watu (bebatuan), miskin gitu. Padahal yang mendukung pangan Jogja itu ya Gunungkidul dan Kulonprogo,” ujar Diah Widuretno lantang.
Diah Widuretno, inisiator komunitas Sekolah Pagesangan di Dusun Wintaos Desa Girimulyo Panggang Gunungkidul sempat meluangkan waktu khusus kepada KH Files di rumah belajar Sekolah Pagesangan. Alumni IPB dan Magister Antropologi UGM ini membagikan banyak cerita penting seputar problematika pendidikan, anak-anak muda dan ketahanan pangan masyarakat perdesaan. Ini bukan obrolan teoritis atau akademis. Tetapi fakta berdasar pengalaman praktisnya selama bergumul bersama komunitas, sejak dari semula bernama Sumbu Panguripan dan kemudian bermetamorfosis menjadi Sekolah Pagesangan.
Dusun Wintaos Desa Girimulyo boleh dikatakan menjadi potret sebuah kehidupan desa pelosok pedalaman alam karst Gunungkidul yang digambarkan sebagai tanah gersang. Namun, Diah dan kawan-kawan Sekolah Pagesangan justru mendapati temuan mendasar, bahwa masyarakat Wintaos sesungguhnya memiliki kemandirian mencukupi kebutuhan pangan dari usaha bercocok-tanam yang telah diusahakan secara tradisional. Masyarakat tetap mampu hidup (gesang) dari tanah (yang sering dianggap) gersang ini.
Tantangan dihadapi saat ini adalah semakin minimnya anak-anak muda perdesaan yang tertarik pada dunia pertanian. Dunia pendidikan, termasuk pendidikan yang dijalani anak-anak muda di Girimulyo lebih cenderung fokus mencetak generasi industrialis. Anak-anak muda lebih fokus disiapkan menjadi generasi untuk pergi menjadi bagian mata-rantai industri di perkotaan.
Karena itu, komunitas Sekolah Pagesangan terus berupa belajar dan setia berbudidaya tani dari apa yang telah diwarisi dari para sesepuh di desanya. Bagaimana bisa hidup dan mandiri dari budi daya pertanian dari desa itu yang menjadi landasan utamanya.
Usaha Diah dan kawan-kawannya di Sekolah Pagesangan sering diledek sebagai kegiatan “sekolah sing ora-ora” atau “sekolah yang bukan-bukan”. Sadar akan pilihan jalan yang berkebalikan dari pandangan umum dan populis itu, Sekolah Pagesangan akan tetap terus berjuang sampai kapan pun. Karena kunci ketahanan pangan masyarakat global pada dasarnya ada dalam jalan dan perjuangan hidup masyarakat perdesaan.
Simak tuntas obrolan spesial KH Files bersama Diah Widuretno. Jangan lupa, selalu ikuti KH Files untuk mendapatkan cerita-cerita menarik dari wilayah Gunungkidul.