Besengek

Berjualan besengek. Foto: Woro.

Besengek adalah tempe mandhing yang dikukus lalu ditaburi parutan kelapa yang dibumbui garam dan bawang putih. Besengek hanya untuk tempe mandhing yang dikukus, bukan yang lain. Artinya kurang tepat bila seseorang menyebut gorengan tempe mandhing dengan nama besengek.

Istilah besengek hanya populer di daerah tertentu saja, di kawasan selatan Gunungkidul. Sementara istilah paling populer ya tempe mandhing, entah itu mentah, digoreng, dikukus atau makanan lainnya.
Besengek termasuk jenis makanan pedesaan ‘jadul’ yang tetap digemari dan dicari orang-orang.

Bungkus, aroma dan cita rasanya sungguh amat dirindukan. Orang-orang kota yang pulang kampung sebagian tak lupa mencari besengek ini untuk menawar rindu. Generasi muda juga walau tak setiap hari, tetap mau menyantapnya. Setidaknya mereka tak benar-benar meninggalkan besengek.

Besengek biasanya akan disantap pagi hari bersamaan dengan nasi thiwul dan sambal bawang yang pedas. Adapun bila dimakan siang atau sore hari rasanya sudah berbeda walau belum wayu atau basi.
Untuk memakan besengek masyarakat lebih memilih membeli dari pada mengolahnya sendiri karena alasan kepraktisan dan murah. Hanya dengan uang Rp 2.000 seorang ibu sudah bisa mendapat besengek yang cukup dimakan beberapa orang.

Besengek biasa dijual di pasar-pasar tradisional pada hari-hari pasaran tertentu atau lewat simbok-simbok pedagang ideran di kampung-kampung. Bungkus besengek paling populer dan diminati adalah daun jati. Selain alami rasanya konon juga lebih seger.

Lokasi: Hargosari, Tanjungsari

Facebook Comments Box

Pos terkait