Begitu semangat dan hebatnya daya juang peternak Gunungkidul untuk mencukupi kebutuhan hijauan pakan ternaknya pada musim kemarau panjang telah diakui sejak dahulu kala. Bahkan di Gunungkidul sudah lazim alias familiar terdengar ungkapan sapi mangan sapi atau sapi mangan mas-masan di kala ketersediaan hijauan pakan ternak menipis dan habis.
Peternak Gunungkidul rela mengorbankan apa saja yang dimilikinya demi sang raja kaya tetap hidup dan memberikan berbagai manfaat dalam kehidupan mereka. Sejatinya, apakah motivasi peternak Gunungkidul sehingga sedemikian gigih memelihara ternak kendati suasana sulit?
Gudang Ternaknya DIY
Slogan “Gunungkidul sebagai Gudang Ternak” sebagaimana tertera dalam renstra pembangunan bidang peternakan dan kesehatan hewan tahun 2002-an sudah terkenal bagi masyarakat DIY dan sekitarnya. Bibit ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO) dari Gunungkidul banyak diminati oleh peternak luar daerah. Mengapa diminati? Karena daya adaptasinya tinggi, sehat dan dhokoh, sehingga cepat besar. Bahasa peternakannya, Average Daily Gain (ADG) alias rerata penambahan berat badan hariannya cukup signifikan.
Kemudian, kualitas daging sapi potong asli Gunungkidul sangat baik jika dilihat dari prosentase karkas juga mutu daging serta bebas dari cacing hati, sehingga tak heran jika musim Idul Qurban sapi potong dari bumi Gunungkidul Handayani banyak dicari orang.
Bagi para petani Gunungkidul, hewan ternak memiliki beragam makna dan fungsi. Pertama sebagai tabungan, baik untuk cadangan biaya hajatan, modal kerja atau untuk ragat anak anak sekolah hingga kuliah. Sehingga sering “ternak” diartikan modal kanggo minterke anak, masuk SD cukup jual ayam, SMP/SMA jual kambing, dan kuliah dengan jual sapi.
Fungsi kedua sebagai penyedia tenaga kerja di ladang, dan ketiga sebagai pabrik pupuk kandang untuk keperluan pertanian lahan kering yang mutlak membutuhkan pupuk organik dari kotoran ternak untuk konservasi dan peningkatan produktivitas lahan pertanian. Dengan memelihara ternak ruminansia, maka limbah pertanian pangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang pada akhirnya akan menjadi pupuk kandang
Manfaat keempat adalah fungsi sosial dan hiburan. Peternak yang demikian lazimnya merupakan kelas tertentu yang puas dengan ternak yang dimiliki hanya untuk klangenan, sehingga sering diikutsertakan dalam kontes dan lomba bidang peternakan.
Intinya, masyarakat Gunungkidul yang sebagian besar masih berorientasi pada usaha pertanian tidak bisa lepas dari memelihara ternak, karena upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah kering kritis mutlak membutuhkan pupuk organik.
Dengan demikian sangat bisa dipahami, manakala kehidupan petani di Kabupaten terluas di DIY tak bisa lepas dari usaha tani-ternak, sehingga dengan demikian populasi sapi potong di Gunungkidul secara kuantitas juga mendominasi populasi sapi potong tingkat Provinsi DIY. Bahkan di era 2007-an, komoditas sapi potong di Kabupaten Gunungkidul ditetapkan sebagai komoditas unggulan oleh Bappeda Provinsi DIY.
Seiring dengan semakin meningkatnya populasi ternak besar dan kecil, tentu membawa konsekuensi semakin besar pula kebutuhan hijauan pakan ternak. Di sisi lain, daya dukungnya tidak berkembang sesuai harapan, sehingga impor dan ngarit keluar daerah (Bantul, Sleman, Klaten, Sukoharjo) secara masif terjadi terutama saat musim kemarau tiba.
Semoga segera dapat diatasi permasalahan kurangnya HPT setiap musim kemarau yang menyebabkan peternak ngarit keluar daerah yang berdampak perlu tambahan biaya serta berisiko kecelakaan sebagaimana sering terjadi musibah hingga membawa korban jiwa. Hal ini diharapkan bisa menjadi bahan introspeksi, refleksi serta evaluasi pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka pembinaan dan pengembangan dunia peternakan. Utamanya yang terkait dengan penyediaan pakan ternak secara cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kendati Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dinas Peternakan sudah tidak ada lagi, karena sudah dilebur dalam Dinas Pertanian dan Pangan.
Asal Muasal Nama Puskeswan
Patut diketahui bahwa ada kebanggaan tersendiri bagi pemerintah daerah dan masyarakat Gunungkidul yang telah dapat berkontribusi dan menginspirasi pemerintah pusat cq Kementerian Pertanian, karena Nomenklatur Puskeswan (Pusat Kesehatan Hewan) diinisiasi dan lahir dari Gunungkidul pada tahun 2006. Kemudian diadopsi dan diterapkan secara nasional untuk menggantikan nama Poskeswan menjadi Puskeswan mulai tahun 2007.
Saya masih mengingat kisah penamaan Puskeswan ini. Saat bekerja di Dinas Peternakan Gunungkidul, saya ditunjuk Bupati menjadi salah satu anggota Tim Penyusunan kelembagaan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.
Terus terang saya terinspirasi dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Berhubung Gunungkidul merupakan gudang ternak yang memiliki populasi ternak sapi lebih dari separuh total populasi ternak di DIY, sehingga memerlukan perhatian khusus dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas ternak pada umumnya khususnya dalam pelayanan kesehatan hewan. Karena selama ini belum ada kelembagaan selevel UPTD pelayanan kesehatan hewan, tetapi yang ada Pos Kesehatan hewan yang tugas pokok fungsinya belum memadai.
Gagasan tersebut saya tuangkan dalam sebuah konsep dan disetujui oleh kepala Dinas Peternakan saat itu Pak Drh Bambang Sukartono. Kemudian saya sampaikan dalam forum diskusi Tim Kelembagaan kemudian diapresiasi dan disetujui oleh Sekretaris Daerah Pak Drs Joko Sasono saat itu. Kemudian proses penyusunan kelembagaan saat itu salah satunya dapat membentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Peternakan, dengan Peraturan Daerah dan dilengkapi Peraturan Bupati Gunungkidul tentang pembentukan lima buah UPTD Puskeswan dan 1 unit Laboratorium Kesehatan Hewan.
Tanpa ada catatan sejarah yang tersurat dan diberitahukan niscaya generasi penerus tidak tahu apa yang pernah terjadi sebelumnya. Sebagaimana asal muasal nomenklatur sebuah unit pelaksana teknis dinas (UPTD) Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) yang ternyata lahir dari Gunungkidul untuk diduplikasi di seluruh wilayah Indonesia. Penerapannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT. 140 /9/2007, tanggal 20 September 2007 tentang Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan. Dari Pos Kesehatan Hewan penyebutannya menjadi Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan).
Saya secara pribadi bangga atas prestasi dan spirit masyarakat peternak Gunungkidul. Kendati banyak tantangan dan halangan, mereka pantang menyerah untuk berupaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya, serta ikut memelihara kelestarian fungsi produksi atas lahan kering yang tetap menjadi andalan kehidupannya.
Peran bidang peternakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Gunungkidul sangat penting dan strategis, sehingga selayaknya mendapatkan perhatian cukup dari pemerintah.
***
Klaten, 19-10-2020
* Penulis pernah menjadi Kasubbag Perencanaan Dinas Peternakan Gunungkidul 2001 – 2009, dan terakhir Kabid Perekonomian Bappeda Gunungkidul 2010 – 2012.