SEPUTARGK.ID – “Walah, pak, SIM njenengan mati sejak Oktober 2019!” agak histeris ibune Kidung berteriak beberapa detik setelah membuka dompetku. Semula ia mau meminjam ATM namun kebetulan SIM C ikut tercabut dan jatuh ke lantai. Ndilalahe kok sebelum diselipkan ke saku dompet, ibune baca kartu itu pada bagian masa berlaku.
Bak petir di siang bolong, aku mak plenggong. “Waduh…” sebagai warga negara yang tunduk pada aturan, aku benar-benar baru tahu setelah mendapatkan hasil pengawasan internal ini. Tak terasa, lha wong tiap hari naik motor ndak pernah kena cegatan polisi alias razia.
Gara-gara lupa perpanjangan SIM C itu, hidupku tak tenang. Sepertinya alam bawah sadarku benar-benar sudah dikuasai negara, subjek ini harus patuh dan tunduk pada aturan yang telah ditetapkan Subjek. Rasa bersalah menghantuiku, makan tak enak, tidur tak nyenyak, byuuh lebay. “Besuk pagi harus segera ke kantor polisi!” suara keras dari ketidaksadaran mendalam sangat jelas menjelaskan posisiku.
Selasa pagi sebelum jam delapan, kupacu motor lanang-ku ke Mapolres di Negeri Kahyangan, berharap agar bisa mendapat nomor urut kecil. Antrian mendaftarpun segera kulewati, lalu diminta mencari surat keterangan sehat dan test kejiwaan dengan tempat yang sudah disediakan. “Jian apikan tenan kok Pak Polisi ini…” batinku.
Urutan yang ditentukan pun kuikuti dengan sabar dan iklas. Utamanya bagian foto sidik jari dan foto wajah kulalui dengan happy. Bahkan ujian teori kuselesaikan dengan hasil lulus sangat memuaskan, lha wong nilainya delapan koma empat kok. Nah, tiba pada tahap yang menentukan nan mendebarkan yaitu praktik berkendara di track yang telah ditentukan. Ini harus dilalui karena terkena prosedur mencari SIM baru.
Kulihat patok-patok dan jalur berkelok yang ada di depan mata. Pak polisi memberikan penjelasan dengan ramah, lalu ia memberi contoh berkemudi motor dengan zig-zag lancar. Kayane mudah. Ia pun memberi tiga kali kesempatan. “Mulai ya pak!” Kupacu motor Revo bertuliskan praktek kendaraan itu, melintas zig-zag dengan pembatas patok yang berjarak tiga meteran itu. Kesempatan pertama gagal total karena pas belok sudah nyengkah, menahan dengan kaki. Tak jauh berbeda dengan kesempatan kedua dan ketiga.
“Maaf pak, terpaksa tidak bisa lulus. Silakan seminggu lagi ke sini lagi pak, nanti jika rajin ke sini pasti akan lulus!” Pak Polisi muda itu ramah dan tegas namun menghibur laraku.
Batinku protes, lha rutenya bak pengendara kelas advance. Rasanya mokal siapapun yang berkendara kelas biasa akan bisa melaluinya. Haning ya protes pada siapa, gerutuku, “Lha po ya kalo di jalan beneran rutenya begitu malah ndak mbebayani?” pikirku. Pas giliran praktik ini semua harapan menjadi warga negara yang baik seakan tinggal kenangan.
Sebenarnya sangat kepengin mengikuti prosedur yang diberlakukan oleh negara tercinta. Maklum, periode-periode yang telah lalu nembak saja. Cukup mengeluarkan beberapa lembar uang warna merah, semua bisa jadi sumringah. Ya mending begitu, alasannya bukan karena kesibukan atau kurang waktunya, lha wong waktu luang cukup. Waktu itu cuma kepikir repot dan konon sangat sulit lulusnya. Belum lagi resiko keseleo-nya itu, bayangkan saja belak-belok kaya mau masuk jalan yang krowak-krowak secara mendadak. Bisa jadi berlipat ganda dari biaya nembak-nya. Begitu godaan cari jalan pintas kembali melintas.
Di sisi yang lain, di Negeri Kahyangan, hari-hari ini tercatat peristiwa duka. Konon beberapa remaja yang belum stabil emosinya mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya.
Aku pulang dengan menggelayut pertanyaan, “Test itu dilanggengkan untuk siapa ya kira-kira?”
*
“Walah, bisa naik motor sejak SMP kok ndak lulus?!” ibunya membully setelah mendengar kabar bahwa aku ndak lulus test praktik. Duh malu banget. Seingatku, tahun 89 sudah kutunggangi kuda besi RC100 warna merah. Bukan punya orangtua sih, tapi punya bulik yang sering dipakai mbakyu lalu kupinjam untuk latihan plus mayeng-mayeng ke mana-mana dengan nggaya.
*
Pagi ini kembali kucoba tantangan itu. Tiga kali kesempatan kugunakan dengan hati berdebar-debar. Singkat cerita kesempatan ketiga kulalui dengan baik. Aku lulus!
SIM C kudapat ora nembak meski otot pinggang agak keseleo. Sekali lagi, SIM C-ku ora nembak. Haembuh yang lain.
***