Awal tahun 2020 hal yang sangat menyita perhatian publik adalah adanya kematian sapi secara beruntun dan tersebar di beberapa wilayah Kapupaten Gunungkidul.
Yang paling mendalam merasakan keresahan adalah masyarakat petani. Keresahan para petani jelas lebih hebat dibandingkan dengan resah dan kebingungan para para pejabat pengampu kebijaksanaan di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat.
Mengapa? Karena bagi petani khususnya di Gunungkidul, di mana aset yang paling berharga dan cepat diuangkan adalah hewan piaraan antara lain sapi dan kambing. Terlebih saat ini lagi musim hujan di mana saatnya pakan hijauan sedang melimpah. Petani sedang senang-senangnya menggemukkan sapi dan kambingnya yang digadang-gadang akan dijual pada saat yang tepat nantinya.
Tragedi sapi mati mendadak terus terang membawa kepanikan tersendiri. Walaupun ada banyak pihak menyatakan wabah antraks tidak berbahaya, antraxs dapat dibasmi, antraxs tidak menular antar manusia, dan lain-lainnya.
Kepanikan yang timbul bagi para petani tidak semata ketakutan tertular penyakit antraxs. Namun mereka merasa kehilangan aset yang dimiliki. Ternak bagi mereka adalah tabungan yang diharapkan bisa mencukupi kebutuhan hidup. Para petani terbiasa menabung berupa hewan ternak, tidak menabung uang di bank-bank pemerintah.
Bagi petani, kehilangan seekor sapi dalam kisaran harga Rp 10-30 juta adalah musibah. Ini jelas tak sekedar terobati dengan giat gerakan makan daging sapi/kambing yang dilakukan para pejabat dan dipublikasikan secara gendar. Mereka para petani Gunungkidul dalam kenyataan sehari-hari boro-boro mampu nyate atau nongseng. Bagi mereka, bisa makan lauk tahu tempe dan kadang-kadang telur saja sudah hal yang luar biasa.
Saya hidup di perdesaaan dan ikut beternak sapi bersama warga desa. Pengalaman yang saya hadapi, yang diharapkan bagi petani sebenarnya sederhana. Yaitu perlu adanya gerakan penyuluhan serentak, penyemprotan kandang, vaksinasi serentak, agar diperoleh jaminan kesehatan ternak mereka.
Mungkin gerakan Kartu Identitas Ternak juga perlu diadakan lagi. Kartu itu sangat bermanfaat untuk mencatat riwayat ternak. Termasuk riwayat perpindahan ternak, jika diperjual belikan. Jadi ada kartu atau surat atau sertifikat ternak yang menjamin kesehatan ternak. Apalagi sekarang daerah sekitar Gunungkidul melakukan pembatasan ternak dari Gunungkidul untuk bisa masuk wilayah mereka. Praktis ini menutup pasar bagi peternak.
Monggo bareng-bareng mengedukasi petani peternak kita.
***
Nglebak, 25 Januari 2020.