Berkelahi satu lawan satu, di kampung saya dulu sering disebut “senggel”. Mungkin maksudnya “single” yang dibedakan dengan “double”, suatu pertandingan satu lawan satu seperti dalam olahraga badminton.
“Pernah lho Mbak, Kancil senggel dengan seorang yang badannya lebih kekar dan tinggi. Dia berani lho!” Kuceritakan kisah perkelahian Kancil dengan Kelik, teman SMP-nya.
Perkelahian itu berawal dari pertandingan sepakbola pada masa sekolah dasar. Kebetulan mereka tetangga kampung. Pertandingan sepakbola itu berlangsung seru dan menjurus panas. Sampai akhirnya teman Kancil yang bernama Wahid ditekel keras oleh Kelik.
Tidak hanya tekel keras, sehingga Wahid jatuh dan kesakitan, namun ditambah diludahi. Sontak saja sebagai kawan, Kancil tidak terima dan menantang Kelik adu jotos.
Meski akhirnya perkelahian antar anak SD itu tidak terjadi, namun api permusuhan segera menyala bahkan sampai mereka menjadi murid SMP yang sama.
Nah, di sekolah SMP yang sama itu, antara Kancil dan Kelik, mereka sering saling lirik dengan kebencian yang menyala. Apalagi jati diri yang sedang dicarinya. Semua pengen menjadi siapa yang paling jagoan.
Sampai suatu hari, setelah dikompori teman-temannya, Kancil memutuskan untuk merealisasikan rencana senggel yang terpendam sejak masa SD.
Bel tanda usai pelajaran sekolah berbunyi. Kancil bergegas mengambil sepeda dan keluar gerbang. Ia duduk di sebelah selatan gerbang. Rupanya ia menunggu musuhnya datang. Sampai terakhir semua anak keluar, tubuh tinggi kekar itu muncul ditemani seorang berkacamata yang menuntun sepeda mininya.
Tanpa ba-bi-bu, Kancil mendekat dan langsung melayangkan pukulan tangan kanan. Bugg…..! Tentu saja tidak kena sasaran. Jangkauannya masih jauh dari sasaran. Pukulan itu hanya ditangkis ringan saja. Pukulan demi pukulan dilancarkan, namun dengan mudah dipatahkan.
Kelik hanya bertahan dan tidak balik menyerang. Tiba-tiba tubuh Kancil terjengkang. Dia tidak merasakan pukulan apapun namun ada semacam dorongan udara yang kuat mendorongnya ke belakang. Rupanya ia terkena tenaga dalam dari temannya Kelik.
Perkelahian kedua terjadi. Kali ini lokasinya agak jauh dari sekolah. Mereka sepakat berduel di samping rumah dinas Bupati Bantul. Ada tanah agak lapang di pinggir kali. Setelah usai sekolah mereka menuju lokasi. Duel tak terelakkan. Kali ini mereka adu jotosan. Keduanya melayangkan pukulan yang mengenai sasaran. Setelah puas mereka pulang.
***
Berita perkelahian itu terdengar pihak sekolah. Saat pelajaran Geografi, Kancil dipanggil Pak Panut, Guru BP. Ia disidang dan diperingatkan. Berikutnya guru agama bernama Bu Rini, tak ketinggalan memarahi Kancil dengan penuh kasih. Di mata teman-teman sekolahan, Kancil seperti kopral naik jabatan. Ndugal-nya tidak ketulungan.
***
“Hehehe, Kancil itu bapakmu, Mbak!” Kututup cerita malam itu. Kidung, anakku menatap nanar. Dari sorot matanya terlihat ketidakpercayaan. Sosok bapaknya yang dia pandang alim nan bijaksana ternyata punya masa lalu penuh kekerasan.
Hahaha.
****
Semanu, Januari 2020.