Ayo Jaga Air Tanah Kita

Model konseptual sistem imbuhan dan lepasan air tanah Karst Wonosari Baron, Gunungkidul. Sumber: Taat Setiawan dkk, PATGL, Badan Geologi KESDM, 2018.

Ketiga, batuan karbonat yang menumpang di atas batuan dasar secara urutan pelapisan dibagi menjadi 4 bagian yang dibatasi oleh suatu bidang ketidakselarasan. Temuan konsultan Sir MacDonnald dkk (1984) mendapati, batugamping Formasi Wonosari yang menempati dataran Wonosari merupakan batugamping klastik (hasil proses pengendapan) dan cirinya berlapis, sedangkan yang menempati daerah karst Gunungsewu berasal dari batuan terumbu/karang. Menurut kajian Mbah Rono dkk (Surono, dulu Kepala PVMBG dan Kepala Badan Geologi), perlapisan batuan di Gunungkidul ini mengarah barat – timur dengan kemiringan lapisan ke arah selatan. Hal terpenting dari penjelasan bagian ini adalah, kemiringan perlapisan batuan di dalam perut bumi Gunungkidul menjadi faktor penentu ke mana arah aliran air dalam tanah di wilayah kita.

Keempat, batugamping baik klastik maupun batugamping terumbu faktanya menjadi batuan dominan di bawah lapis tanah permukaan wilayah kita. Lapis tanah permukaan yang gembur dan mendukung untuk bercocok tanam pada umumnya berupa lapis tipis. Masyarakat kita berusaha keras mempertahankan lapis tipis tersebut dengan membuat galengan atau sengkedan (terasering) pada lahan pertanian yang bergelombang, bahkan lahan perbukitan pun “diukir” dengan betengan galengan. Sedulur-sedulur di subzone daratan Wonosari pasti punya pengalaman ketika ndhudhuk (menggali) sumur, akhir dari lapis tanah subur (tanah organik warna coklat/merah/hitam) rata-rata dijumpai kemungkinan pada kedalaman 4 – 8 meter dari permukaan tanah. Sedulur-sedulur di subzone Karst Gunungsewu pasti sudah sangat paham, dan pasti sangat menghargai keberadaan lapis tipis tanah pertanian di antara lembah dan perbukitan wilayahnya. Hal terpenting dari penjelasan di bagian ini adalah, sifat batuan gamping di bawah lapis tanah permukaan itu porus (berongga) dan bersifat meloloskan air. Oleh karena itu, air hujan yang mengguyur wilayah Gunungkidul akan cepat sekali meresap ke dalam tanah dan disimpan sebagai air dalam tanah. Keberadaan sumber air permukaan tanah di Gunungkidul bersifat sporadis dan umumnya berada di subzone Daratan Wonosari dan subzone Baturagung-Panggung-Plopoh.

Bacaan Lainnya

Kelima, riset dari PATGL tersebut mengindikasikan beberapa karakter air tanah di Gunungkidul dan bagaimana dengan pengaruh imbuhannya. Imbuhan maksudnya adalah adanya tambahan air dalam tanah dari air permukaan tanah karena hujan yang masuk ke dalam tanah maupun gerakan aliran air dalam tanah itu. Karakter penting tersebut adalah: 1) Air tanah pada dataran karst Wonosari mengindikasikan keterkaitan dengan sistem imbuhan yang bersifat lokal dari dataran karst Wonosari dan sistem imbuhan menengah dari perbukitan yang mengelilingi dataran karst Wonosari; 2) Air tanah pada mata air permanen dan sistem sungai bawah tanah Bribin-Seropan mengindikasikan keterkaitan dengan sistem imbuhan air tanah yang bersifat regional dari perbukitan bukan karst di bagian timurlaut (Gunung Panggung); 3) Air tanah pada kompleks mata air Baron dan Ngobaran menunjukkan keterkaitan dengan imbuhan yang bersifat regional dari daerah perbukitan bukan karst dan sistem imbuhan yang bersifat lokal baik dari karst Wonosari maupun dari perbukitan karst Gunungsewu.

Model hidrogeologi konseptual subsistem Wonosari – Baron arah utara – selatan menurut Kusumayudha, 2005. Sumber: Taat Setiawan dkk, PATGL, 2018.
Facebook Comments Box

Pos terkait