Ayo Jaga Air Tanah Kita

Model konseptual sistem imbuhan dan lepasan air tanah Karst Wonosari Baron, Gunungkidul. Sumber: Taat Setiawan dkk, PATGL, Badan Geologi KESDM, 2018.

Keenam, potensi air dalam tanah di wilayah Gunungkidul sesungguhnya sangat besar, tidak bisa diabaikan begitu saja. Sistem sungai bawah tanah (SBT) yang hulunya dari bawah Gunung Panggung (Ponjong dan Semin) sudah diketahui mengalir ke selatan ke arah Semanu dan ke selatan, dan diketahui ada yang muncul sebagai mata air di Pantai Baron, Pantai Sundak, Ngobaran. Sebagai gambaran, debit air yang diangkat di SBT Bribin I mencapai 60-100 liter/detik (disedot dengan pompa listrik dari PLN, melayani 6000-an pelanggan), di SBT Bribin II mencapai 80-100 liter/detik (dianggat dengan pump-as-turbine dari air bendung bawah tanah, tidak perlu listrik PLN). Di mata air Baron terukur debit pada kemarau pun mencapai 7688 liter/detik dan di Ngobaran sekitar 180 liter/detik.

Lima hal di atas dapat dijelaskan dalam bahasa sederhana sebagai berikut: 1) Sedikitnya sumber-sumber air permukaan dan sedikitnya sungai permukaan tanah yang mengalir sepanjang waktu adalah hal lumrah karena kondisi fisiografis Gunungkidul. 2) Potensi air dalam tanah di wilayah Gunungkidul sangat besar, dengan keberadaan sistem sungai bawah yang mengalir dari arah utara di bawah Gunung Panggung (Ponjong-Semin) ke arah Semanu dan menuju ke selatan, ada yang muncul sebagai sumber mata air permukaan di Baron, Sundak, dan Ngobaran, di beberapa lokasi dekat pantai lainnya. 3) Keberadaan perbukitan atau pegunungan karst Gunungsewu maupun bukan karst (Panggung-Baturagung) dan tentunya dengan keberadaan tutupan lahannya bagaimanapun adalah daerah tangkapan air hujan yang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air permukaan dan air dalam tanah. 4) Potensi air dalam tanah Gunungkidul memang besar, namun upaya untuk menaikkan dan mendistribusikan ke masyarakat butuh upaya yang “tidak semudah itu Ferguso!!!”. Butuh energi ekstra besar. Contoh kasus, silakan baca SBT Bribin II berikut: http://kabarhandayani.com/sumber-air-baku-bribin-ii-miliki-teknologi-canggih/

Bacaan Lainnya

Kemudian, yang tidak kalah penting, langkah sederhana dan mudah kita lakukan bersama adalah menjaga kelestarian lingkungan kita. Kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kitorang siapa lagi. Siapa yang gemar menebang pohon, ya mesti gemar menanam pohon. Siapa yang mengepras bukit/gunung, ya mesti memulihkan tutupan tanah permukaan dan menanami pohon kembali. Yang sudah kadung ngepras pandan pantai atau pepohonan di pinggir pantai atas nama wisata, ya mesti menghentikan dan menanami kembali. Pinggir-pinggir sungai/telaga/embung nggak dibiarkan kosong melompong tanpa vegetasi perindang dan penahan penguapan air permukaan. Eforia wisata dan bisnis wisata sebenarnya juga tetap bisa jalan tanpa harus mengorbankan lingkungan yang berdampak pada menurunnya sumber daya air.

Oh ya, dulu jaman Pak Bupati Darmakum Darmakusuma ada program josss dan berhasil menghijaukan Gunungkidul dari kegersangan…. Namanya palakrama jati dan wiyata jati. Setiap warga yang mau nikah harus menanam pohon, setiap sekolah/murid juga harus menanam pohon.

***

Referensi: Taat Setiawan dkk, Sistem Imbuhan Air Tanah Daerah Karst Wonosari – Baron, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Analisis Isotop 18-O dan 2-H, PATGL, Badan Geologi, KESDM.

Facebook Comments Box

Pos terkait