Ore-Ore

Ore-ore, bermain hujan-hujanan. Foto: Woro.

Ore-ore adalah istilah yang digunakan orang Gunungkidul untuk menyebut aktivitas hujan-hujanan, bermain dengan air hujan. Ore-ore adalah perbuatan yang disengaja dan dilakukan dengan senang hati. Jadi orang-orang yang bepergian lalu basah kehujanan karena tak membawa payung atau jas hujan tak bisa dikatakan ore-ore.

Ore-ore hanya dilakukan oleh anak-anak dengan tujuan bermain, bersenang-senang. Remaja awal masih lazim. Namun orang dewasa tak akan melakukan ore-ore karena dinilai hanya akan buang-buang waktu saja. Bila ada orang tua yang ore-ore maka mestilah orang-orang akan menggunjingnya sebagai orang aneh, mendekati tak waras.

Bacaan Lainnya

Ore-ore bisa dilakukan anak-anak dimana saja. Di lapangan bola, di halaman rumah, jalan dusun, atau di pekarangan yang luas.

Di bawah guyuran air hujan yang deras, anak-anak akan menari tak karuan, berlari-lari, kejar-kejaran. Perang-perangan dengan saling melempar tanah basah atau saling serang dengan air yang menggenang.

Bisa juga dengan bermain bola atau ‘bersemedi’ di bawah ujung talang yang mana air dengan aliran deras akan jatuh menimpa badan si bocah. Yang lain adalah akan menceburkan diri ke aliran kalen dan pura-pura hanyut. Prinsip dasar ore-ore adalah semakin deras hujan maka akan makin seru dan menyenangkan.

Ore-ore adalah kegiatan bersenang-senang yang tak direstui oleh orangtua. Maka kebanyakan orangtua akan melarang anak-anak mereka keluar rumah dengan telanjang dada lalu bermain dengan air hujan. Bahkan tak jarang sebatang ‘banggal’ akan mereka siapkan untuk melarang atau memaksa si anak menghentikan aktivitas ore-ore-nya.

Namun bagi anak-anak (jaman dahulu) suara air hujan seolah telah menjadi mantra alam yang mampu menyihir anak-anak kecil untuk melepas baju mereka dan keluar rumah untuk bersenang-senang. Maka larangan dan bahkan ancaman sabetan banggal akan mereka abaikan. Dari dalam rumah anak-anak akan mengendap-endap, sembunyi-sembunyi dan saat momentum tiba mereka akan ‘bleber‘ keluar rumah.

Larangan orangtua pada anak-anak mereka supaya tak ore-ore diterapkan tak lain agar anak-anak tak sakit. Namun nyatanya jarang sekali anak yang masuk angin karena ore-ore.

Di masa kini, ‘budaya’ ore-ore telah jarang dijumpai. Orangtua jaman now makin protektif pada anaknya terhadap air hujan (dengan alasan basahlah, kotorlah, masuk anginlah, tak elitlah).

Selain itu anak-anak jaman sekarang sudah dimanjakan dengan aneka permainan yang mudah diakses, hingga tak tanggap lagi atas ‘panggilan alam’ untuk melepas baju, keluar rumah, dan merayakan hujan yang turun.

Di daerah Menthel dan beberapa daerah selatan istilah ore-ore tak dikenal. Orang-orang disana mengenalnya sebagai ‘egla-eglo‘.

***

Lokasi: Hargosari, Tanjungsari

Facebook Comments Box

Pos terkait