Masyarakat Gunungkidul dan mungkin masyarakat di daerah lainnnya kenal dengan istilah yang khas ini: “MADHANG“.
Madhang itu artinya makan, di Jawa boleh dimaknai dengan makan nasi sebagai makanan pokok. Tentunya plus sayur dan lauk pauk sesuai keadaan masing-masing.
Dari postingan terbanyak di medsos, ternyata kebanyakan sahabat saya dalam menyambut liburan akhir tahun diisi dengan kegiatan “MADHANG” atau “MAKAN-MAKAN” dengan rekan atau kerabat.
Oke, itu hal yang positif menurut saya. Itu juga slogan yang pernah saya gunakan ketika kontestasi anggota legislatif DIY, yaitu “Wareg Waras Wasis“. Ini ternyata masih sangat relevan. Disadari atau tidak memang itulah kebutuhan dasar manusia.
WAREG
Wareg dalam bahasa Indonesianya kenyang berarti berurusan dengan keadaan perut. Jika perut selalu dapat dipenuhi kebutuhannya, maka suasana yang terjadi akan selalu damai, sebab adanya percekcokan bahkan peperangan pada umumnya disebabkan oleh nafsu yang berkaitan dengan kebutuhan perut.
Yang lebih mengherankan lagi sebuah falsafah Jawa yang mengatakan, bahwa “Ora ana karung sing kosong bisa ngadeg jejeg”. Arti dari ungkapan ini adalah mana bisa orang kelaparan diajak berpikir, bekerja, ataupun berjalan. Jadi menurut orang-orang jaman dulu, seseorang akan mampu beraktivitas dengan baik manakala kebutuhan perut dapat terpenuhi.
WARAS
Waras berarti sehat jiwa dan raga. Jika orang sudah tercukupi kebutuhan perutnya kemungkinan besar mereka akan menjadi sehat jiwa dan raganya, meskipun hal ini tidak seratus prosen kebenarannya. Orang yang tidak sehat tidak mungkin melakukan aktivitas secara optimum ataupun maksimum, meskipun perut sudah tercukupi kebutuhanya.
Oleh sebab itu, antara wareg dan waras merupakan kondisi yang dibutuhkan oleh siapapun. Sehat fisiknya tetapi sakit jiwanya jelas tidak mungkin mampu diajak berpikir, beraktivitas, berikut berkarya untuk orang lain. Sebaliknya jiwanya sehat tetapi lumpuh kakinya ya setali tiga uang.
Secara umum jika kondisi orang wareg dan waras mereka mampu diasah atau dididik agar menjadi wasis.
WASIS
Wasis dalam bahasa Indonesianya cerdik dan pandai. Menurut pakar pendidikan, dikatakan bahwa cerdik adalah kecerdasan cepat tanggap terhadap sesuatu dan menemukan solusinya. Sementara pandai didukung oleh kerajinan kedisiplinan dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu orang pandai belum tentu cerdas, dan orang cerdas belum tentu pandai.
Dari uraian tersebut dapat dinyatakan, bahwa manusia akan dapat cerdas dan pandai manakala kebutuhan yang berkaitan dengan perut (pusat pengolahan energi) dan kesehatan terpenuhi. Jika hal ini dapat diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia, maka sepuluh tahun kemudian akan dihasilkan orang-orang mampu menjawab tantang perkembangan budaya dan akal pikir di jamannya.
Secara sederhana dapat dikatakan orang dapat wasis manakala mereka waras dan wareg.
Saya berharap ada yang mewarisinya.